tegangan simpul, teori thevenin dan norton
METODE
TEGANGAN SIMPUL, TEORI THEVENIN DAN NORTON
Dosen Pengasuh:
Marwan Afandi, ST
Disusun
sebagai tugas mata kuliah Teknik Listrik
oleh:
Kelompok
3
Nama : NIM
:
Ryzki Effendi Simanullang
5133321019
Lixpen
Saritua Panjaitan 5133321031
Frisdo E
Gultum 5133321016
Fileo
Ferianto Ginting 5133321031
FAKULTAS
TEKNIK
PENDIDIKAN
TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS
NEGERI MEDAN
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Teknik dasar listrik merupakan
ilmu yang mempelajari tentang dasar dasar mengenai kelistrikan, contoh nya
mengenai metode tegangan simpul. teori thevenin dan teori Norton. Denga ada nya berbagai bentuk
rangkaian listrik yang ada, banyak yang sulit dalam perhitungan jika rangkaian
asli yang di gunakan. lalu dengan ada
nya teorema ini, akan mempermudah perhitungan baik tgangan, resistansi, maupun
arus yang mengalir.
1.2
Rumusan Masalah
a.
apa
itu metode tegangan simpul?
b.
bagaimana
konsep teori thevenin?
c.
bagaimana
konsep teori Norton?
d.
apakah
ada ekuivalensi antara Teori thevenin dan Norton?
1.3
Tujuan Penulisan
Pembuatan makalah ini selain
untuk memenuhi salah satu tugas dari teknik listrik, juga untuk mempermudah
perhitungan dalam rangkaian listrik dan agar pembaca dapat :
a.
mengetahui
konsep tegangan simpul
b.
mengetahui
teori thevenin
c.
mengetahui
teori Norton
d.
mengetahui
persamaan antara teori thevenin dan Norton
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Tegangan Simpul
Tegangan simpul adalah variable yang tidak
diketahui dan ketika ditentukan menggunakan metode yang sesuai akan
menghasilkan penyelesaian untuk jaringan.
Dalam metode tegangan, simpul salah satu simpul utama dipilih
sebagai acuan (referensi). Pada masing-masing dari simpul utama, sebuah
tegangan ditentukan. Dimana tegangan ini dianggap sebagai tegangan terhadap
simpul acuan.
Pada analisa Simpul, perlu diperhatikan
beberapa hal :
·
Elemen aktif yang
digunakan merupakan sumber arus
·
Elemen pasif yang
digunakan merupakan admitansi
·
Menggunakan hukum Ohm
dan Kirchoff I
·
Menentukan tegangan
simpul
·
Membuat persamaan arus
Cara untuk mendapatkan tegangann simpul:
·
Tunjukkan semua nilai
elemen dan sumber. Setiap sumber arus harus mempunyai nilai
referensinya.
·
Pilih salah satu simpul
sebagai referensi. Tuliskan tegangan simpul pada setiap simpul yang besarnya
diukur terhadap referensi.
·
Jika hanya mengandung
sumber arus, gunaka hukum Kirchoff I pada setiap simpul non referensi.
·
Jika rangkaian
mengandung sumber tegangan, ubahlah sementara rangkaian yang diberikan dengan
mengganti setiap sumber semacam itu dengan sebuah rangkaian pendek. Dengan
menggunakan tegangan simpul ke referensi yang ditetapkan. Pakailah hukum
Kirchoff I pada setiap simpul atau simpul arus super dalam rangkaian yang
diubah ini.
2.2
Teori Thevenin
Teorema
Thevenin adalah
salah satu teorema yang berguna untuk analisis sirkuit listrik. Teorema Thevenin menunjukkan bahwa
keseluruhan jaringan listrik tertentu, kecuali beban, dapat diganti dengan sirkuit
ekuivalen yang hanya mengandung sumber tegangan listrik independen dengan sebuah resistor yang terhubung secara seri, sedemikian hingga hubungan antara arus listrik dan tegangan pada beban tidak berubah. Sirkuit baru hasil dari aplikasi
teorema Thevenin disebut dengan sirkuit ekuivalen Thevenin. Teorema ini dinamakan sesuai dengan
penemunya, seorang insinyur berkebangsaan Perancis, M. L.
Thévenin.
Teorema
Thevenin ini menyatakan :
Sembarang jaringan listrik dua arah linear yang memiliki dua terminal (a-b) dapat diganti dengan sebuah rangkaian setara yang berisi sebuah sumber tegangan dan sebuah tahanan yang dipasang seri dengan sumber tegangan tersebut.
Sembarang jaringan listrik dua arah linear yang memiliki dua terminal (a-b) dapat diganti dengan sebuah rangkaian setara yang berisi sebuah sumber tegangan dan sebuah tahanan yang dipasang seri dengan sumber tegangan tersebut.
Teorema Thevenin menyatakan bahwa
dimungkinkan untuk menyederhanakan suatu rangkaian yang linier, seberapa rumit
sekalipun rangkaian itu, menjadi sebuah rangkaian ekivalen yang berisi sumber
tunggal yang disusun seri dengan sebuah beban (resistor). Kata-kata linier
adalah identik dengan yang ditemukan pada teorema superposisi, dimana semua
persamaan dasarnya harus linier (tidak ada bentuk eksponen atau akar). Bila
kita menjumpai rangkaian pasif (seperti resistor, induktor, dan kapasitor),
teorema ini bisa dipakai. Namun, ada beberapa komponen seperti komponen
semikonduktor adalah tidak linier. Teorema Thevenin ini berguna untuk
menganalisa sistem daya dan rangkaian lainnya dimana terdapat satu resistor
pada rangkaian tersebut (biasa disebut resistor beban) yang dijadikan subjek
perubahan, sehingga apabila nilai resistor beban itu diubah-ubah, kita tidak
perlu susah-susah menganalisa rangkaian secara menyeluruh.
Perhatikan gambar rangkaian berikut ini:
Misalkan kita memilih
R2 sebagai beban pada rangkaian ini. Kita bisa menyelesaikan rangkaian
semacam ini dengan berbagai cara (arus cabang, arus mesh, teorema superposisi)
untuk menghitung tegangan dan arus R2, tetapi metode-metode ini banyak memakan
waktu apabila nilai dari beban R2 ini diuba-ubah (tiap kali nilai
R2 berubah, maka kita harus menganalisa ulang rangkaian secara
menyeluruh). Jadi, bila beban ini dirubah, kita harus menganalisanya lagi,
Nilai beban berubah, kita harus ,menganalisa lagi. Begitu seterusnya, dan ini
tidaklah praktis dan membuang banyak waktu.
Teorema Thevenin membuat masalah
ini menjadi sederhana yaitu dengan “membuang” resistansi beban ini dari
rangkaian aslinya dan mereduksi rangkaian yang sudah dibuang bebannya itu
hingga menyisakan sebuah sumber yang tersusun seri dengan sebuah resistor.
Kemudian resistansi beban yang telah dibuang tadi disambung ulang ke rangkaian
yang telah terduksi. Maka rangkaian ini disebut rangkaian ekivalen Thevenin.
Rangkaian Thevenin ini ekivalen/sama dengan/ sudah mewakili rangkaian yang
asli.
Rangkaian Asli
Setelah diubah menjadi rangkaian ekivalen Thevenin
Rangkaian ekivalen
Thevenin adalah rangkaian ekivalen dari B1, R1, R3, dan B2 yang “terlihat”dari
dua titik dimana resistor beban (R2) terhubung. Rangkaian ekivalen Thevenin,
bila diturunkan dengan benar, akan mempunyai sifat yang sama dengan rangkaian
aslinya yang terdiri dari B1, R1, R3, dan B2. Dengan kata lain, resistor beban
(R2) tegangan dan arusnya haruslah sama dengan nilai R2 saat berada pada
rangkaian aslinya. Keuntungan menggunnakan konversi Thevenin adalah untuk
menyederhankan rangkaian, tentu saja agar nilai tegangan dan arus bisa dihitung
lebih mudah dari pada dihitung dengan rangkaian aslinya. Untuk mendapatkan
sumber tegangan dan resistor Thevenin adalah hal yang mudah. Pertama-tama,
pilih resistor bebannya dan “singkirkan” dari rangkaian aslinya. Selanjutnya,
tegangan di antara dua titik yang ditempati oleh resistor beban tadi dihitung
nilainya. Gunakan analisa apa saja untuk menghitung tegangan ini.
Untuk kasus ini, rangkaian yang telah dibuang resistor bebannya ini hanyalah
sebuah rangkaian seri, sehingga kita bisa menghitung tegangan di terminal beban
yang terbuka tadi dengan mudah
Baterai B1 dan
B2 tersusun seri, bisa digantikan dengan sumber tegangan tunggal yaitu E =
28 – 7 V = 21 V.
Dengan pembagi tegangan
VR3 = (21 V) × (1 Ω
/ 1 Ω + 4 Ω) = 4.2 V, tegangan terminal terbuka ini paralel dengan B2 yang
seri dengan R3, maka
Vthevenin = VR3
+ B2 = 4.2 V + 7 V = 11.2 V
11.2 V adalah nilai
tegangan thevenin pada rangkaian ekivalen seperti :
Selanjutnya, untuk menghitung
resistansi seri (Rthevenin), kita kembali ke rangkaian asli (tanpa resistor
beban), “singkirkan” sumber-sumber nya (sama seperti aturan pada teorema
Superposisi : sumber tegangan di short circuit dan sumber arus di open
circuit), berarti rangkaian tersebut hanya menyisakan resistor-resistor saja,
lalu hitung resistansi penggantinya.
Dengan dibuangnya kedua baterai,
total resistansi yang terukur adalah
Rthevenin = R1 ||
R3 = 4 Ω || 1 Ω = 0.8 Ω
Setelah mendapatkan tegangan
thevenin dan resistansi thevenin, maka rangkaian pengganti Theveninnya adalah
Rangkaian pengganti ini terhubung
dengan resistor beban (2 Ω) , kita dapat menghitung tegangan dan arus resistor
beban ini. Perhitungan menjadi mudah, karena sekarang rangkaian sudah menjadi
rangkaian seri yang sederhana.
Itotal = Ibeban =
Ethevenin / Rthevenin + Rbeban = 11.2 V / (0.8 Ω + 2 Ω) =
4 A
Vbeban = Itotal ×
Rbeban = (4 A) (2 Ω) = 8 V
Perhatikan bahwa nilai tegangan
dan arus R2 (8 V, dan 4 A) adalah identik apabila anda menghitungnya
dengan menggunakan metode analisa yang lainnya. Tapi, keuntungan teorema ini
adalah anda dapat dengan cepat menghitung arus dan tegangan apabila nilai
resistor beban ini berubah, jadi anda dapt langsung menghitungnya tanpa
menganalisa rangkaian secara menyeluruh.
Soal-soal contoh di atas adalah
rangkaian yang berisi sumber independen. Namun pada gambar 3-28, rangkaian yang
kita analisa mengandung sumber dependen. Kita ingin merubah rangkaian tersebut
menjadi rangkaian ekivalen Theveninnya. untuk menentukan vTh (selanjutnya
kita sebut vTh = voc , OC singkatan dari open circuit) , kita
perhatikan bahwa vx = voc, dan arus yang dihasilkan dari dependen
source mau tidak mau harus mengalir melewati resistor 2 kΩ karena arus
tidak bisa mengalir ke arah kanan (rangkaian yang kanan open). Dengan
menerapkan KVL terhadap loop yang terluar, kita dapatkan
-4 + 2 × 103 (-vx /
4000) + 3 × 103 (0) + vx = 0
diperoleh
vx = voc = 8 V (ini
adalah nilai vTh)
Dengan menggunakan teorema
Thevenin, rangkaian ekivalennya dapat dibentuk dari rangkaian yang telah
dimatikan sumbernya (sumber tegangan independen 4V dishort) seri dengan sumber
tegangan 8V, seperti ditunjukkan gambar 3-28 b. Rangkaian ini sudah benar,
tetapi pada rangkaian linier, rangkaian ini masih belum sederhana. Kita masih
harus menentukan RTh. Maka untuk mendapatkannya kita harus mencari nilai
isc (sc singkatan dari short circuit). Caranya adalah dengan membuat short
terminal yang terbuka di sebelah kanan pada gambar rangkaian 3-28 a, jadi nilai
vx = 0 sehingga sumber arus dependen ini nilainya juga nol (open circuit).
Maka nilai isc = 4 / (5×103) = 0.8 mA. Sehingga RTh = voc/isc =
8 V / (0.8 mA) = 10 kΩ, dan rangkaian ekivalen Theveninnya ditunjukkan pada
gambar 3-28 c.
Contoh rangkaian berikutnya lebih
sulit. Pada gambar 3-29 a rangkaian yang akan dianalisa hanya mengandung sumber
dependen (tidak ada sumber independen) . Sehingga rangkaian ini sudah dalam
kondisi mati (tidak ada sumber lagi yang bisa dimatikan, ingat bahwa sumber
dependen tidak dapat dimatikan) dan nilai voc = 0. Jadi, kita harus
menentukan nilai RTh. Pada contoh sebelumnya, RTh dapat dihitung dari
hasil pembagian voc dengan isc (hukum Ohm). Namun, untuk kasus rangakaian
ini, nilai voc dan isc nya sudah jelas adalah nol karena tidak ada
sumber independen. Maka kita harus melakukan suatu trik. Kita menggunakan
sumber arus eksternal sebesar 1 A. Kemudian hitung nilai tegangan v pada sumber
arus eksternal ini seperti ditunjukkan pada gambar 3-29 b. Pada gambar itu kita
lihat i = -1.
nilai v pada gambar 3-29 b dapat
dihitung (pakai KCL)
(v – (1.5) (-1)) / 3) + (v/2) = 1
diperoleh v = 0.6 V
Sehingga RTh dapat dihitung
dengan cara RTh = v / sumber arus eksternal = 0.6 V / 1 A = 0.6 Ω
Jadi kita peroleh rangkaian
ekivalen Theveninnya seperti pada gambar 3-29 c. perhatikan bahwa rangkaian itu
tidak memiliki sumber tegangan (vTh) alias vTh = 0.
2.3
Teorema Norton
Teorema
Norton adalah salah satu teorema yang
berguna untuk analisis sirkuit listrik. Teorema Norton menunjukkan bahwa keseluruhan jaringan
listrik tertentu, kecuali
beban, dapat diganti dengan sirkuit ekuivalen yang hanya mengandung sumber arus listrikindependen
dengan sebuah resistor yang
terhubung secara paralel, sedemikian hingga hubungan antara arus listrik dan tegangan pada beban tidak berubah. Sirkuit baru hasil dari aplikasi
teorema Norton disebut dengan sirkuit
ekuivalen Norton. Teorema ini
dinamakan sesuai dengan penemunya, seorang insinyur yang
pernah bekerja pada Bell
Telephone Laboratories, yang bernama E. L. Norton
Teorema Norton menyatakan bahwa
dimungkinkan untuk menyederhanakan suatu rangkaian yang linier, tidak peduli
seberapa kompleks rangkaian itu, menjadi sebuah rangkaian ekivalen yang terdiri
dari sebuah sumber arus yang disusun paralel dengan sebuah resistansi yang
biasanya dihubungkan juga ke beban. Seperti pada teorema Thevenin, kualifikasi
“linier” disini identik dengan yang ditemukan pada Teorema Superposisi : semua
persamaan harus linier (tidak mengandung perpangkatan atau akar).
Misalkan ada rangkaian seperti
pada gambar berikut ini:
Setelah konversi Norton
Ingat bahwa sebuah sumber arus
adalah sebuah komponen yang kerjanya untuk menyediakan arus yang nilainya
konstan, seberapapun tegangan yang diperlukan beban,sumber arus yang ideal akan
tetap menyuplai arus yang konstan.
Seperti pada teorema thevenin,
semua yang ada pada rangkaian asli kecuali resistansi beban disederhanakan dan
direduksi menjadi suatu rangkaian yang ekivalen yang lebih sederhana
untuk dianalisa. Juga sama seperti teorema Thevenin, cara untuk
mendapatkan rangkaian pengganti Norton harus menghitung nilai arus Norton
(INorton) dan resistansi nortonnya (RNorton).
Sama seperti sebelumnya, langkah
pertama adalah memngidentifikasi resistansi beban dan menyingkirkannya dari
rangkaian asli:
Kemudian, untuk menghitung nilai
arus Norton (sebagai sumber arus pada rangkaian ekivalen Nortonnya), ubah
terminal terbuka yang ditempati resistansi beban tadi dengan hubung singkat
(short circuit) sedangkan pada teorema Thevenin tadi, terminal resistansi beban
dibuat open circuit.
Dengan menggunakan analisa apa
saja, anda akan memperoleh rangkaian seperti pada gambar ini:
Maka sumber arus Nortonnya adalah
14 A.
Untuk menghitung resistansi
Nortonnya (RNorton), kita melakukan hal yang sama sperti saat menghitung
resistansi Thevenin : dari rangkaian yang asli (tanpa resistor beban),
singkirkan/matikan semua beban (dengan aturan yang sama seperti Teorema
Superposisi : sumber tegangan diganti short circuit sedangkan sumber arus: open
circuit) lalu hitung resistansi yang ‘terlihat’ dari titik-titik yang ditempati
resistansi beban.
Setelah sumber-sumbernya
dimatikan, maka resistor R1 dan R3 akan tampak tersusun paralel bila
dilihat dari tempat resistansi beban. Maka resistansi Norton dapat dihitung
RNorton = R1 ||
R3 = 4 Ω || 1 Ω = 0.8 Ω
Sekarang, rangkaian ekivalen
Nortonnya yang dihubungkan juga dengan resistansi beban (R2) tampak seperti
pada gambar berikut ini:
Sekarang, kita akan lebih mudah
menghitung arus dan tegangan resistor beban (R2).
IR2 = INorton ×
(RNorton) / (RNorton + R2) = 14 × (0.8) / (2 + 0.8) = 4 A
VR2 = IR2 × R2 =
(4 A) (2 Ω) = 8 V
Sama seperti pada rangkaian
ekivalen Thevenin, kita hanya bisa memperoleh informasi dari analisa ini yaitu
tegangan adan arus dari R2. Namun perhitungan ini lebih sederhana, apabila
resistor beban ini berubah-ubah nilainya. Jadi kita tidak perlu menganalisa
rangkaian secara keseluruhan apabila resistansi bebannya berubah.
2.4
Ekivalensi (Kesamaan) Thevenin-Norton
Karena teorema Thevenin dan
Norton adalah metode yang sama dalam mereduksi rangkaian yang kompleks menjadi
rangkaian yang lebih sederhana, maka ada suatu cara untuk mengkonversikan
rangkaian ekivalen Thevenin menjadi rangkaian ekivalen Norton, begitu pula
sebaliknya.
Anda dapt memperhatikan bahwa
prosedur untuk menghitung resistansi Thevenin adalah sama dengan prosedur untuk
menghitung resistansi Norton: matikan semua sumber dan hitung resistansi yang
terlihat dari titik beban yang terbuka. Seperti pada contoh sebelumnya,
resistansi Norton dan thevenin memiliki nilai yang sama.
Berdasarkan fakta ini, rangkaian
ekivalen kedua teorema sama-sama terdiri dari sebuah sumber tunggal yang
dirangkai dengan resistansi tunggal. Hal ini berarti baik itu teorema Thevenin
maupun Norton memiliki rangkaian ekivalensi yang harusnya bisa memproduksi
tegangan yang nilainya sama pada terminal yang terbuka (tanpa terhubung
dengan beban). Jadi, tegangan Thevenin sama dengan arus Norton dikalikan dengan
resistansi:
Ethevenin =
INorton RNorton
Jadi, apabila kita ingin mengubah
rangkaian ekivalen Norton menjadi rangkaian ekivalen Thevenin, kita bisa
menggunakan resistansi yang sama dan menghitung sumber tegangan Thevenin dengan
hukum Ohm).
Begitu juga sebaliknya, apabila
kita ingin mengubah rangkaian ekivalen Thevenin menjadi rangkaian ekivalen
Norton, kita bisa menggunakan hukum Ohm untuk menghitung nilai arus Nortonnya:
INorton =
Ethvenin / Rthevenin
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi, Tegangan simpul adalah variable yang tidak diketahui dan ketika
ditentukan menggunakan metode yang sesuai akan menghasilkan penyelesaian untuk
jaringan, dan penggunaan utama dari teorema Thevenin dan Norton
adalah menyederhanakan sebagian besar dari sirkuit dengan sirkuit ekuivalen
yang sederhana.
3.2 Saran
Teknik dasar listrik mempelajari berbagai macam dasar-dasar mengenai
kelistrikan, contoh nya mengenai tegangan simpul, teori thevenin dan Norton
yang kami bahas ini, dan dengan ada nya makalah ini kami mengharapkan kepada
pembaca untuk memahami dan mencerna isi dari makalah ini. semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca, dan jika terdapat kekurangan dalam makalah ini,, kami mengharapkan kritik
dan saran pembaca agar lebih memperjelas tentang materi pembelajaran ini. Atas
perhatian pembaca, kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Dwi
Kusuma , 2013 anton Metode thevenin dan Norton di http://tutorialteknik.blogspot.com/2012/01/metoda-thevenin-dan-norton.html
bravo, khusnul,
2013 thevenin dan Norton diblog http://khusnulbravo.blogspot.com
univ.pgri.fisika/winda, metode
thevenin dan norton 2011 di http://windale.blogspot.com/2012/12/rangkaian-ekivalen-thevenin.html
Dika
Fadilah Abduhuu di Wednesday, October 10, 2012, metode tegangan simpul, di http://fadilah-abduhuu.blogspot.com/2012/10/metode-tegangan-simpul.html
Komentar
Posting Komentar